Jenderal Idi Amin Dada Oumee
(Koboko, Uganda, sekitar tahun 1925–Jeddah, Arab Saudi, 16 Agustus 2003), yang
juga dikenal dengan nama Idi Amin, adalah pemimpin diktator militer di Uganda
yang memerintah pada 25 Januari 1971- 13 April 1979.
Kehidupan masa kecilnya
Idi Amin lahir sekitar tahun
1924-1928 (17 Mei 1928 ?) di Koboko, distrik Nil Barat terkecil di Uganda,
negeri kecil yang subur di tepi Danau Victoria, mata air sungai Nil. Ayahnya,
Andreas Nyabire, dari Suku Kakwa, ibunya dari Suku Lugbara, dua suku yang
bertetangga. Akan tetapi, begitu Idi Amin Lahir, kedua orangtanya langsung
berpisah, Idi Amin bukanlah nama aslinya, pada tahun 1910 ia menjadi mualaf dan
mengganti namanya menjadi Idi Amin. Ibu Amin langsung memboyongnya ke koloni
Suku Nubia di Lugazi kurang lebih 40 km dari Jinja, sebuah kota besar di tepi
Danau Victoria, di mana banyak orang Nil Barat yang menjadi buruh perkebunan
gula. Tidak jelas apakah keluarga Idi Amin ikut memburuh, tetapi yang jelas dia
hidup berpindah-pindah mengikuti kamp. Belakangan, ibu Amin pindah ke Buikwe,
18 km dari Jinja.
Perjalanan karier
Idi Amin masuk sekolah Islam di
Bombo pada tahun 1941. Idi Amin meninggalkan bangku sekolah setelah beberapa
tahun kemudian dan melakukan pekerjaan serabutan sebelum akhirnya direkrut oleh
dinas militer Inggris.[8]Karier Idi Amin di dinas militer dimulai dari dapur.
Ketika beranjak remaja sekitar tahun 1943-1949, Idi Amin masuk KAR sebagai
asisten koki, setelah sebelumnya menjadi penjaja kue. Dalam Perang Dunia II Idi
Amin ditugaskan ke Birma (Myanmar sekarang). Kemudian ia ikut memadamkan
pemberontakan pribumi Uganda yang berpangkat perwira.
David Martin dalam bukunya
General Amin mengatakan, "Amin itu jenis prajurit yang disukai oleh
Perwira Inggris: bertubuh besar dan tidak berpendidikan. Menurut teori mereka,
orang semacam ini lebih taat pada atasan dan lebih berani di medan
pertempuran." Yang jelas, Idi Amin secara fisik cukup bagus. Ia tidak
hanya pemain rugby tetapi juara tinju kelas berat Uganda 1951-1960.
Bisa dimengerti jika karier Idi
Amin di kemiliteran cukup pesat, lebih-lebih karena ia akhirnya dekat dengan
pusat kekuasaan pada masa itu, Perdana Menteri Milton Obote.
Dengan kesadisannya dalam
menghadapi pemberontakan atau kekacauan yang ditimbulkan oleh suku-suku pencuri
ternak, kadang-kadang Idi Amin menggunakan pendekatan secara
"kultural", misalnya terhadap Suku Karamajong yang belum mengenal
busana.
Pada awal 1962, Letnan Amin
sebagai komandan pleton dikirim ke Kenya barat laut untuk menghadapi suku
pencuri ternak, Suku Turkana. Hanya saja suku Turkana sudah menggunakan senjata
api. Beberapa pleton dari Company 'C' Kesatuan ke 4 KAR dikirim untuk menyerbu
dan menyita persenjataannya. Semua berhasil kecuali Idi Amin. Malu karena
kegagalannya, Idi Amin dan pasukannya kembali ke desa suku Turkana dan
melakukan serangan yang membuahkan sukses, namun beberapa hari kemudian muncul
protes dari Turkana karena ditemukan mayat-mayat di kubur-kubur dangkal.
Sir Walter Coults, gubernur
Uganda terakhir, ditelepon oleh Wakil Gubernur Kenya Sir Eric Griffith-Jones
yang melaporkan terjadinya pembantaian terhadap suku Turkana yang melibatkan
perwira militer Idi Amin. Namun, karena pertimbangan politik, Idi Amin tidak
diajukan ke pengadilan, berkat jasa Milton Obote yang beberapa bulan menjadi
Perdana Menteri. Sir Walter Coults memperingatkan Obote dengan mengatakan
"Perwira ini akan menyusahkan Anda di kemudian hari."
Barangkali inilah pesan Coults
yang diingat Obote ketika terjadi kudeta yang dilakukan Idi Amin ketika
menghadiri konfrensi persemakmuran di Singapura, 25 Januari 1971. Obote tidak
pulang ke Kampala, Uganda, tetapi ke Darussalam, ibu kota Tanzania, negara
sahabatnya Presiden Julius Nyerere.
Dua hari kemudian, Idi Amin
membebaskan lima puluh orang tahanan politik yang ditahan Obote tanpa alasan
yang jelas sejak 1966. Ia juga melarang rapat umum dan kampanye politik. Pemilu
dijanjikannya paling tidak lima tahun kemudian. Ironisnya, dia menyatakan zaman
kekejaman sudah berakhir dan mengajak rakyatnya menuju zaman persahabatan tanpa
permusuhan.
Masa berkuasa
Begitu Idi Amin berkuasa, Uganda
menjadi negara yang sangat terkenal di dunia internasional. Pada bulan Agustus
1972, semua orang Asia berkewarganegaraan Inggris (60.000 jiwa) diberi waktu
sembilan puluh hari untuk angkat kaki dari Uganda. Tindakan ini bukan karena
rasialisme, tetapi karena ia ingin memberikan "kemerdekaan yang
sesungguhnya bagi rakyat Uganda". Yang kalang kabut tentu saja Inggris,
yang para pejabatnya buru-buru menghubungi Australia, Selandia Baru, dan
negara-negara persemakmuran Inggris lainnya untuk membicarakan penampungan,
apalagi Kenya dan Tanzania menolak memberikan penampungan terhadap para
pengungsi. Sepuluh hari kemudian ditetapkan aturan tambahan bahwa orang asing
yang sudah menjadi warga negara Uganda harus pergi dari Uganda. Jumlahnya
sekitar 23.000 jiwa. Sudah tentu warga negara keturunan asing yang lahir di
Uganda kebingungan. Jika mereka pergi, status mereka adalah tanpa negara
(stateless). Ditambah lagi, India, Pakistan, dan Bangladesh (negara asal
mereka) menolak menerima kembali mereka. Ditambah pula dengan kebijakan
nasionalisasai perusahaan-perusahaan milik orang-orang Eropa di Uganda. Idi
Amin memang benar benar "memusingkan banyak orang".
Akibat keputusan ini, timbul
krisis ekonomi parah di Uganda. Sekitar 90 % perdagangan dan industrinya
dikuasai orang-orang Asia. Orang Uganda sendiri masih sangat agraris
tradisional dan kurang kecakapan, modal, dan keterampilan. Sebenarnya, rencana
pengusiran orang Asia sudah direncanakan oleh Milton Obote karena dirasakan
terlalu mencengkeram ekonomi Uganda, tetapi masih menargetkan waktu lima tahun,
dengan alasan mempersiapkan orang Uganda.
Pemerintahan Uganda sedemikian
kacaunya sehingga Komisi Hukum Internasional PBB melapor kepada sekjen PBB saat
itu, Kurt Waldheim pada tanggal 7 Juni 1974, yang isinya: "Uganda adalah
negeri tanpa hukum". Salah satu puncak krisis adalah minta suakanya
Menteri Keuangan Emmanuel Wakheya ke Inggris karena tidak tahan lagi terhadap
keputusan ekonomi yang diambil oleh pemerintahan rezim militer Idi Amin.
Di awal 1977, William Johnshon
menulis laporan kepada harian Bangkok Post yang isinya: "Setelah empat
tahun berkuasa, Idi Amin telah mengubah kehidupan Uganda yang buruk. Dulu
negeri Uganda pengekspor teh dan kopi, namun karena sistem administrasi dan
transportasi yang buruk, ratusan karung kopi teronggok di gudang menunggu
diekspor, semetara puluhan ribu ton diselundupkan ke Kenya. Uganda dulunya
sebagai salah satu negeri tersubur di Afrika, kini hasil pertanian begitu
langkanya sampai penduduk kota menanam tebu dan pisang. Sabun, gula, dan gandum
diperlakukan seperti emas saking langkanya. Sementara di pedesaan hasil panen
begitu melimpah, penduduk kota tidak dapat menikmati hasilnya. Lima tahun lalu
beroperasi 298 bus yang dijalankan pemerintah, kini cuma 11 yang masih
jalan."
Pada bulan April 1979, Idi Amin
berhasil digulingkan oleh tentara nasionalis Uganda yang dibantu Tanzania.
Sebelumnya Idi Amin dengan bantuan Libya mencoba menyerang Kagera, provinsi
utara Tanzania.
Idi Amin akhirnya terbang mengungsi
ke Libya yang kemudian meminta suaka ke Jeddah, Arab Saudi serta menetap di
sana. Menurutnya, angka kematian 100.000 sampai 300.000 orang yang dianiya dan
dibunuh adalah akibat kesalahan bagian intelijen. Bahkan Biro Riset Nasional
mengancam akan membunuhnya. Menurut Amin, banyak hal-hal buruk yang
disembunyikan ketika dia berkuasa. Ketika dia tahu keberadaan biro itu, semua
sudah terlambat.
Namun, semasa Amin belum jatuh,
David Martin dalam artikelnya di South China Morning Post membeberkan bagaimana
Idi Amin mengetahui sepak terjang oknum-oknumnya. Ia mengaku tidak ingin jadi
Presiden, tentaranyalah yang memintanya, namun mengenai pengusiran orang Asia
dia mengatakan, "Mereka terlampau berkuasa dan mencemooh kaum kami".
Idi Amin mempunyai empat orang
istri. Istri pertamanya adalah Sarah atau Mama Malian yang dinikahinya pada
tahun 1958, yang kedua Kay, yang ketiga Norah, dan yang keempat Medina, yang
dinikahinya pada tahun 1971. Pada awal tahun 1974 ia ceraikan tiga istrinya
yang pertama sehingga tinggal Medina. Pada 1 Agustus 1975, ia menikah dengan
Sarah, seorang pembalap pasukan berani mati Angkatan Darat Uganda. Empat bulan
kemudian, dia menikahi Babirye putri seorang usahawan Uganda. Waktu itu Idi
Amin sudah mempunyai 34 orang anak.
Pada tanggal 20 Juli 2003,
menjelang kematiannya di Rumah Sakit Raja Faisal di Jeddah, istrinya memohon
kepada Presiden Uganda Yoweri Museveni agar Idi Amin dikuburkan di negaranya,
namun permintaan ini ditolak. Idi Amin meninggal di Arab Saudi pada tanggal 16
Agustus 2003 dan dimakamkan di Jeddah.
Pada tanggal 17 Agustus 2003,
David Owen mengatakan dalam wawancara oleh Radio BBC bahwa ketika menjabat
sebagai Sekertaris Kementerian Luar Negeri Inggris (1977-1979), dia
memerintahkan agar Idi Amin dibunuh untuk mengakhiri rezim terornya. Usulnya
ditolak, namun alasan Owen adalah rezim Idi Amin sangatlah buruk, sangat
mengerikan bila dia dibiarkan berkuasa terlalu lama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar